TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang membuka ekspor benih lobster ditentang banyak pihak karena dinilai hanya membawa keuntungan jangka pendek. Kebijakan itu juga dinilai rawan penyimpangan bila tak diikuti dengan pengawasan yang ketat.
Pengamat perikanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonvitner, misalnya. Ia menilai ekspor benih lobster bukan hal mendesak di sektor perikanan. Dari kacamatanya ia melihat hal itu hanya menguntungkan nelayan penangkap dan eksportir dalam jangka pendek saja.
“Menurut saya nelayan bisa dapat pendapatan cepat, eksportir juga bisa dapat untung. Besaran keuntungan tentu selisih dari harga jual di luar setelah dikurang harga dasar nelayan dan bea ekspor di pintu keluar,” kata Yonvitner ketika dihubungi, Ahad, 5 Juli 2020.
Kebijakan itu, menurut dia, malah dinilai akan kontraproduktif dengan tujuan jangka panjang ekspor Indonesia. Sebab, ketika keran ekspor benih lobster dibuka, usaha budidaya di negara tujuan ekspor seperti Vietnam akan hidup. "Ketika budidaya tumbuh, otomatis hasil budidaya mereka akan bersaing dengan budidaya kita."
Selain mendapatkan keuntungan dengan membuka keran ekspor saat ini, Yonvitner mengakui kerugian juga akan hadir mengikuti. Salah satunya, dia melihat akan terjadi potensi kebocoran ekspor yang tinggi terkait dengan pengawasan.
“Saat Bu Susi (Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan) yang (ekspor benih bening lobster) dilarang saja masih banyak yang bocor, kalau sekarang dengan legalisasi tidak ada yang bisa menjamin juga tidak akan bocor,” tutur Yonvitner.
Oleh karena itu, antisipasi yang dapat dilakukan adalah pemerintah perlu menyiapkan sanksi bagi eksportir yang nakal dan pengawasan semua pintu keluar baik resmi atau tidak baik laut maupun udara.